Day 56 "UNBK dan UTBK"


Zaman sekarang adalah zaman yang penuh dengan ujian.
Ujian hidup, ujian sekolah, dan ujian kompetensi tuk masuk ke perguruan tinggi.
Semakin berat level ujiannya, semakin meningkat pula skill dan kompetensinya.
Yang berusaha dengan sekuat tenaga akan mencapai tujuan utama.
Yang usahanya biasa-biasa saja, mungkin pula diterima, karena tidak lupa berdoa.
Semuanya kembali lagi pada hak Yang Maha Kuasa.
Apalah dayanya kita sebagai manusia yang hina dan sungguh berdosa.
Hendak menyelami pikiran Yang Empunya.
Bersakit-sakit di depan, tertawa-tawa kemudian.
Itulah sejatinya kunci keberhasilan.
Jangan pernah lupa tuk melibatkan Tuhan dalam setiap persoalan.
Hakikatnya Ialah yang empunya 1001 cara dan 1001 solusi untuk memberikan keputusan.





UNBK dan UTBK sekarang ada di depan mata.
Tinggal menunggu waktu dan tanggal mainnya.
Apakah kita siap atau asal jawab.
Mau atau tidak, mampu atau tidak, bahkan siap atau tidak, jangan sampai tidak dicoba.
UNBK dan UTBK sama-sama penting, hanya fungsi dan tujuannya yang berbeda.
Yang satu untuk tanda sah ijazah, dan yang satu lagi untuk masuk kuliah.
Sekali lagi, jangan berhenti berharap dan bermimpi.
Jika kita tak mampu menembak matahari, setidaknya kita memiliki merkurius, venus, dan bumi. 
*Kak Aliah*

Sumber gambar : Google (nasional.tempo.co) dan (beritajatim.com)
Continue reading Day 56 "UNBK dan UTBK"

Day 52 "Belanja Seadanya, Nunggu Selamanya"



Siapa sih yang enggak tertarik kalau udah dengar kata "Belanja" ?, pasti yang langsung ada di pikiran kalian adalah barang-barang, baik itu berupa produk maupun jasa yang dapat memberikan kita kenyamanan dan kepuasan. Nah, bicara soal belanja nih, pernah gak sih kalian nekat buat cari barang atau produk murah yang sebenarnya juga dijual di warung-warung pinggir jalan dekat rumah kalian, cuma karena harganya lebih murah di supermarket, kalian jadi beli barang itu dan cuma satu jenis barang itu aja yang dibeli tanpa membeli barang atau produk lain. Jujur, pernah gak? Kalo belum pernah berarti saatnya untuk dengar cerita dari aku.
Kalo kalian tanya aku, pernah gak ngelakuin hal itu, jawabannya SERING. Jadi gini nih ceritanya .., singkat cerita, setiap hari di sekolah, aku berjualan arem-arem. Puji Tuhan, sampai saat ini, arem-arem buatan mamak ku masih digemari oleh teman-temanku di sekolah, dan jarang banget gak habis.  Kalaupun gak habis biasanya masih ada sisanya 2 atau 3 biji. Walaupun sebenarnya gak ada bedanya sama kue arem-arem yang dijual di warung-warung kue, namun menurutku yang paling bikin beda adalah dari bahan pembuatannya. Kalau di rumah, mamak selalu pake santan sun kara 2 sachet. Mungkin itu kali ya, yang bikin arem-arem buatan mamak lebih gurih dan agak beda dari arem-arem lain.
Nah, pernah suatu saat, pas lagi dalam kondisi kekurangan modal untuk bikin arem-arem, karena uang yang sangat terbatas, waktu itu uang di tangan hanya tinggal lima ribu, sedangkan harga santan sun kara satu sachetnya tiga ribu lima ratus di warung dekat rumah. Ada juga beberapa warung yang menjual dengan harga tiga ribu per sachet. Untuk buat 50 sampai 80 arem-arem aja butuh minimal 2  sachet santan kara. Dan percaya gak percaya, waktu itu di rumah emang lagi gak ada uang sama sekali, dan bapak belum selesai bekerja dari hutan. Jadi ya sangat berharap banget uang dari hasil penjualan arem-arem. 
Seingatku, waktu itu buleku pernah bilang kalau beli sesuatu mending di supermarket atau swalayan sekalian aja, karena harga ecerannya lebih murah. Okelah, aku coba beraniin diri dengan modal uang lima ribu di tangan, nekat buat masuk ke swalayan dan gak tau pastinya harga santan sun kara di swalayan itu. 
Udah nemu barangnya, sampailah aku waktu itu di kasir, belum hilang rasa khawatir ku, eh malah ditambah lagi dengan antrian yang panjang, plus barang-barang yang dibayar itu satu troli penuh lagi. Udah tempat kasirnya cuma ada 2 yang aktif , meja kasir satunya masih kosong. Hmmm, campur aduk lah perasaanku, marah, bingung, dan takut. Yang jadi pikiran waktu itu adalah, kenapa mbak-mbak kasirnya gak peka dan cepat tanggap ngeliat aku dan seorang ibu-ibu yang bawa barang belanjaan sangat sedikit, bahkan gak pake keranjang belanjaan atau troli, bahkan cuma bawa satu dua barang di tangan. Setelah menunggu lumayan lama, akhirnya tiba giliranku untuk membayar di kasir, dan Puji Tuhan, tenyata harga santan sun kara nya pas lima ribu rupiah, gak kurang dan gak lebih. 
Hmmm, mungkin dari teman-teman bloger dan pembaca budiman sekalian ada yang mau berpendapat dan menyalahkan atau membenarkan pemikiran aku ini, silakan komen di bawah ya...

Terima Kasih 
buat yang sudah mampir, baca, atau bahkan cuma meng-klik link biru blog saya
terima kash sekali lagi
tetap stay dan tunggu cerita-cerita selanjutnya hanya di 
Kunjunganmenarik.blogspot.com

*Sumber : gambar ( sumsel.tribunnews.com, google )

Continue reading Day 52 "Belanja Seadanya, Nunggu Selamanya"

Day 37 "Ketika Seratus Ribu Tidak Menjamin Isi Dompetmu"

Hasil gambar untuk uang 100 ribu

Zaman sekarang semua serba mahal, uang Rp 100.000 seperti tidak ada artinya. Uang mengalir bak air. Tak terasa langsung habis begitu saja. Harga barang dan pelayanan jasa saja sudah naik sampai ke langit. Seberapapun usaha kita untuk tidak memecahkan uang, ujung-ujungnya pasti terpecah juga. Dari warna merah ke ungu, sampai juga ke warna abu-abu. Dari 0 yang lima digit, berubah ke 0 yang tiga digit. Dunia rasanya memang semakin berat, tekanan dan tanggungan hidup yang banyak, membuat kita harus terus memutar otak. Banting tulang sana sini, untuk mencari sesuap nasi. Belum lagi keperluan yang belum pasti. 


Kemampuan dan rejeki masing-masing orang itu berbeda-beda. Ada yang dari lahir sudah kaya, ada juga yang dari lahir harus sana sini meminta-minta. Hidup berkecukupan saja sudah syukur Alhamdulilah. Bukan golongan kaya, tapi golongan yang bersyukur hidup di rata-rata. Hidup apa adanya, bukan hidup untuk ada apanya. Ilmu dan Agama jadi modal utama, di tengah-tengah dunia yang semakin merajalela. 


Ada yang bilang, 'Uang bukanlah segalanya, tapi segalanya butuh uang.' Sangat masuk akal. Namun, pada hakikatnya, tidak semua hal di dunia ini bisa diukur dengan uang. Kebahagiaan, kenyamanan, kesehatan, kerukunan, kedamaian, cinta, dan kasih sayang. 

Uang memang penting, namun yang lebih penting adalah bagaimana kita mampu bertahan dan meposisikan diri ini sebaik mungkin. Kita butuh uang, tapi jangan sampai uang yang kita dapatkan menjadi pengontrol diri kita. Kitalah yang mengontrol uang, bukan uang yang mengontrol diri kita. 

sekian...


Continue reading Day 37 "Ketika Seratus Ribu Tidak Menjamin Isi Dompetmu"