Rumah Singgah Salatiga : Belajar, Bersabar, dan Bersyukur!

     


    Kamis, 19 Oktober 2023, aku dan seorang rekan yang baru ku kenal (Kak Syalom) namanya, berkesempatan untuk mengunjungi dan mengajar adik-adik keren yang ada di Rumah Singgah Salatiga. Sedikit cerita sebagai pengantar, awalnya aku memutuskan untuk mendaftar sebagai bagian dari mentor Rumah Singgah Salatiga, yang ada di Desa Mangunsari, Kecamatan Sidomukti, Salatiga, Jawa Tengah. Semua berawal dari adanya info mengenai Pembukaan Program Volunteer mengajar oleh komunitas belajar LLC (Limitless Learning Center). Dalam g-form pendaftaran, aku memang dengan tegas memilih untuk mengajar anak-anak SD ketimbang SMP dan SMA. Jujur, aku sungguh antusias dengan adanya program volunteer yang berlangsung selama kurang lebih 2 bulan ke depan ini. Awalnya aku sempat bingung, dimana alamat pasti dari rumah singgah ini.  Karena  jika aku hanya mengandalkan bantuan google maps dan berangkat sendirian, akan memakan waktu lebih lama untuk menemukan tempatnya. Beruntungnya, ada salah seorang mentor rumah singgah yang sudah lebih dulu mengajar disana (Kak Syalom), mengajaku untuk berangkat bersama, sehingga kami pun bisa menemukan lokasi rumah singgah dengan cepat. Kami berangkat dari kampus sekitar pukul 13.00, setelah sebelumnya aku menyelesaikan kelas Pra-magang bersama Bu Marmi. 

    Perjalanan ke sana, memakan waktu sekitar 10 menit (belum ditambah dengan berhenti karena antrian di lampu merah). Setelah sampai, kami pun disambut oleh Ibu pemilik sekaligus pengelola Rumah Singgah tersebut (Ibu Puji Lestari/Ibu Tari). Aku tidak langsung mengajar, karena kebetulan anak-anak yang bakal diajar, belum pulang dari sekolah. Aku dan Kak Syalom pun menunggu anak-anak pulang terlebih dahulu, sembari menunggu, ternyata Bu Tari sudah menyiapkan dan menyuguhkan sepiring roti potong yang berisi daging dan segelas teh hangat. Setelah menunggu sekitar 15 menit, akhirnya anak-anak yang ditunggu tiba di rumah singgah. Ketika sampai, anak-anak ini langsung menyalami aku dan kak Syalom, setelah itu mereke bergegas naik ke kamarnya untuk mengganti baju dan makan. Tanpa berlama-lama, salah satu anak (Wahyu) atau biasa dipanggil Memet, langsung menghampiri aku dan kak Syalom, dengan membawa buku-buku pelajaran miliknya. Wahyu ini adalah anak laki-laki yang sangat gemar dengan olahraga futsal, dia juga sangat mengidolakan Christiano Ronaldo. Saat ini ia merupakan siswa kelas 4 Sekolah Dasar Kanisius Cungkup. Info yang ku dengar dari Kak Syalom, Wahyu ternyata sangat merindukan hadirnya seorang mentor laki-laki. Tidak heran memang jika melihat respon awal ketika ia bertemu dan menyapaku, dari tatapan matanya ia sangat antusias untuk segera belajar dan meminta aku untuk membantunya mengerjakan PR matematika dan Bahasa Indonesia miliknya.

 Materi soal kelipatan bilangan dan pemfaktoran menjadi 2 soal yang ia ingin tanyakan. Setelah aku selesai menjelaskan, ia pun meminta aku untuk membantu dan mengajarinya menggambar dan mencari tema yang cocok untuk tugas membuat poster miliknya.  Sambil kami menggambar, ternyata ada satu lagi anak kecil (usia 5/6 tahun) yang baru bangun dari tidurnya. Ester, anak kecil dengan kulit hitam manis dan rambut keritingnya, langsung berucap "Oh ada Kak Syalom Toh...., loh ini kakaknya bau?" ujar si kecil Ester. Aku pun sontak kaget dengan apa yang diucapkannya!, apa benar badan ku bau saat itu?, sambil aku tersenyum dan sedikit menahan malu, aku coba mencium bau lengan baju di dekat ketiak-ku, tidak bau juga kok, pikirku dalam hati. Belakangan, aku baru menyadari, si kecil Ester ternyata tidak fasih mengucapkan huruf 'R' , sehingga, pernyataannya barusan harusnya adalah "Loh, ini kakaknya baru?" Hehehehe....Karena kesalahpahaman itu, aku hanya bisa tertawa geli dalam hati. Nah, kembali ke konteks pembelajarannya. Jadi, setelah Wahyu selesai mengerjakan PR, aku pun mengajaknya bermain peran sambil belajar, untuk mengajarkan salah satu materi dasar di pelajaran IPA, yaitu tentang 'Mahluk Hidup dan Cara Pertahanan dirinya'. Karena Ester masih memperhatikan kami, aku juga mengajaknya. Aku mempersiapkan alat dan bahan yang sudah kubawa dari kampus. Ada beberapa lembar kertas koran, gunting, double tape, dan beberapa lembar kertas origami berwarna, juga spidol. Pertama-tama, aku ajak Wahyu dan Ester untuk mengamati warna baju tentara yang biasa dipakai untuk berperang. Ku tanyakan pada mereka berdua, "Pernah lihat tentara ndak?" . "Pernah kak!", ujar mereka. "Kira-kira, tentara kalau berperang, dia pakai baju yang warnanya gimana?" . Dengan kompak mereka menjawab, "Hijau kak!", kemudian si kecil Ester berucap "Nah, yang kayak jaketnya kakak ini lho...! warnanya baju tentara, emangnya kakak nanti kalau sudah besar mau jadi tentara ya?"  Aku pun hanya tersenyum melihat tingkah lucu nan polos anak ini. Setelah itu, aku kembali mengarahkan perhatian mereka pada pengamatan sebelumnya mengenai baju tentara, kemudian aku ajak mereka kembali berdiskusi dengan bertanya, "Nah, kalau tentara itu lagi perang, kalian tau gak, tempat yang dipake tentara untuk bersembunyi?". "Tau kak!", ujar mereka...., "Dimana emangnya?" balasku. "Hutan dan semak-semak!". Wah, mendengar itu, aku sangat senang, karena jawaban mereka sangat sesuai dengan  arah pembelajaran dan apa yang aku harapkan. Setelah langkah mengamati selesai, aku pun masuk dalam langkah selanjutnya, yaitu kegiatan menanya. Disini aku menanyakan pertanyaan dasar yang menjadi tujuan pembelajaran materi ini. "Kira-kira kenapa ya, para tentara mesti bersembunyi di hutan atau semak-semak? Kenapa gak sembunyi di rumah atau gedung tinggi?" Ujarku. Wahyu dan si kecil Ester pun terdiam bingung. Setelah langkah mengamati dan menanya aku terapkan, selanjutnya kita masuk dalam langkah mencoba. Dimana Wahyu dan si Kecil Ester aku arahkan untuk membuat pola kupu-kupu kecil di halaman kertas origami, setelah selesai, mereka aku minta untuk menggunting pola kupu-kupu tersebut. Baru setelah pola kupu-kupu digunting, mereka menempelkannya pada selembar kertas koran yang sudah kusiapkan. 

    Karena Ester masih berkutat dengan pola kupu-kupunya, aku mengajak Wahyu yang sudah selesai, untuk langsung bermain peran, dimana  aku bertindak sebagai taman yang dipenuhi kupu-kupu (aku berdiri memegang koran yang sudah ditempeli kupu--kupu kecil tadi), kemudian Wahyu sebagai predator yang siap memangsa kupu-kupu. Aku dan Wahyu berdiri bersebrangan dengan jarak yang cukup jauh. Kemudian aku memintanya untuk mengamati berapa jumlah kupu-kupu yang tertempel di koran dalam hitungan beberapa detik. Setelah itu, koran akan langsung aku tutup. Jumlah kupu-kupu sebenarnya yang tertempel ada 8 , sedangkan Wahyu hanya berhasil mengamati 6 kupu-kupu. "Lah 2 nya dimana kak?"  ujarnya. kemudian aku jelaskan bahwa 2 kupu-kupu lain itu bersembunyi, karena warnya yang sama dengan warna tempat ia hinggap. Karena koran ini kita umpamakan sebagai taman tempat kupu-kupu hinggap. Jika kupu-kupu biru hinggap di bagian koran yang berwarna biru, apa yang terjadi? tentu kupu-kupunya jadi seragam/serupa dengan warna korannya. Hal ini yang membuat kupu-kupu seolah-olah tidak nampak. "Nah, berarti balik lagi ke diskusi kita di awal, soal tentara yang sembunyi di hutan atau semak-semak, alasannya karena?" . "Warna semak-semak atau daunnya hijau kak, jadi tentaranya ndak kelihatan!" ujar si Wahyu. Begitu senangnya hatiku ketika langkah-langkah pembelajaran yang aku jalankan bisa terlaksana dengan baik, apalagi ilmu yang diajarkan oleh Dosenku Bu Marmi Sudarmi, soal langkah pembelajaran scientific dengan 5 M bisa berjalan dengan sangat baik, ketika diterapkan di anak-anak rumah singgah. Dalam langkah mengomunikasikan, aku menjelaskan sedikit info soal istilah yang dipakai untuk teknik pertahanan mahluk hidup dengan membuat dirinya menyerupai tempat kediaman/lingkungannya yaitu teknik kamuflase (penyamaran). Ketika aku menanyakan ke Wahyu, apakah ia pernah mendengar istilah tersebut? Ia pun hanya geleng-geleng kepala. Yah begitulah sedikit cerita seru dari pengalamanku untuk pertama kalinya mengajar di rumah singgah dan bertemu serta berkenalan dengan anak-anak disini. Belakangan aku tahu dari Kak Syalom, bahwasannya anak-anak di rumah singgah ini beberapa ada yang dititipkan atau ditinggalkan oleh orang tua atau kerabat dekatnya,  dari kecil hingga ada yang sudah sekolah di tingkat SD , SMP, atau SMA. Beberapa anak juga ada yang sudah diambil kembali oleh keluarganya. Banyak faktor yang memutuskan beberapa keluarga menitipkan anak-anaknya ke rumah singgah ini, yang paling utama memang karena keterbatasan ekonomi. 

    Luar biasanya lagi, banyak donatur atau orang-orang baik yang memberikan kontribusi dana  untuk mendukung aktivitas dan keberlanjutan rumah singgah ini. Salut sekali, melihat betapa perjuangan anak-anak ini dalam belajar, mereka bahkan sangat senang, menyambut mentor-mentor atau guru baru yang datang untuk mengajarkan mereka tentang materi baru atau mungkin hanya sekadar membantu mereka untuk mengerjakan tugas sekolahnya. 

    Dari pengalaman itu, aku jadi menyadari dan merenung, betapa besar pengorbanan dan kasih sayang orang tua dan keluarga ku, betapa pun di tengah keterbatasan ekonomi kami, tapi mereka masih mengupayakan yang terbaik untuk ku. Satu hal penting yang aku ilhami adalah bagaimana kita mesti Belajar, Bersabar, dan Bersyukur, untuk setiap proses kehidupan ini. Sungguh Tuhan begitu baik dan dari pengalaman di rumah singgah kemarin, banyak hal  yang bisa aku maknai.

    Sepertinya menarik, bila aku bisa berbicara langsung empat mata secara khusus bersama dengan Ibu Tari dan suaminya, mengulik sejarah dan latar belakang berdirinya rumah singgah ini. Yah, cukup sekian sharing dan cerita kali ini yang bisa aku bagikan. Nantikan terus, tulisan-tulisan lain di blog ini yah temen-temen. Semoga bisa selalu menginspirasi dan memberikan manfaat untuk teman-teman semua. 

GBU....

0 comments:

Post a Comment