“ New Normal Diterapi di Bumi Marunting Batu Aji”

 

Istilah ‘New Normal’ tentu tidak asing lagi di telinga kita masyarakat Indonesia dan Dunia. Mengapa tidak, karena hal ini sudah menjadi rahasia umum, mengingat wabah virus corona yang semakin mengguncang dunia, tidak ketinggalan Indonesia.

Beberapa Negara di dunia sudah ada yang menerapkan kebijakan New Normal pada daerahya. 

 

Melansir dari detikNews, edisi Sabtu, 30 Mei 2020, yang dimaksud dengan new normal adalah langkah percepatan penanganan Covid-19 dalam bidang kesehatan, sosial, dan ekonomi. Skenario new normal dijalankan dengan mempertimbangkan kesiapan daerah dan hasil riset epidemiologis di wilayah terkait. “Badan bahasa sudah memberikan istilah Indonesianya yaitu Kenormalan Baru. Kata normal sebetulnya dalam bahasa Inggris sudah dijadikan nomina, makanya jadi New Normal. Badan bahasa kemudian membuat padanannya menjadi kenormalan. Karena kalau normal itu adjektiva kata sifat, jadi Kenormalan Baru,” kata ahli bahasa Prof. Dr. Rahayu Surtiati Hidayat dari Universitas Indonesia.

 

Nah, itu sekilas wawasan umum mengenai istilah ‘New Normal’.

Agar suatu negara memenuhi syarat untuk menerapkan sistem Kelaziman Baru di daerahya, maka setidaknya ada 6 syarat khusus sesuai anjuran WHO yang perlu diperhatikan. Khususnya oleh negara kita Indonesia. Dilansir dari REPUBLIKA.co.id, enam kriteria yang perlu diperhatikan diantaranya,

1.      Negara tersebut harus sudah mampu mengendalikan penularan Covid-19 di wilayahnya.

Tentunya poin pertama ini harus didukung oleh bukti-bukti dan data-data yang akurat.

2.      Sistem kesehatan suatu negara harus sudah mampu melakukan identifikasi, isolasi, pengujian, pelacakan kontak, hingga melakukan karantina pada orang yang terinfeksi.

3.      Risiko wabah covid-19 harus ditekan untuk wilayah atau tempat yang high risk.

Diantaranya, panti wreda, fasilitas kesehatan mental, serta kawasan pemukiman yang padat.

4.      Penetapan langkah-langkah pencegahan di lingkungan kerja.

5.      Pencegahan risiko masuknya virus dari luar yang dibawa oleh seseorang ke wilayah tertentu.

6.      Perlu diperhatikan dan didengarkan opini dari masyarakat terkait penerapan sistem new normal.


Itu kalau kita mau dan mampu mengikuti aturan dan anjuran dari WHO. Sekali lagi, kuncinya cuma satu, yaitu kedisiplinan yang tinggi. Susah sih memang, mengingat penduduk negara kita masih banyak yang berpenghasilan rendah dan dibawah UMR. Ditambah lagi, kebutuhan ekonomi yang kian hari kian mendesak plus harga sembako yang cenderung naik. Pasti ceritanya akan berbeda jika yang mengalami adalah masyarakat berpengahsilan tinggi dan kalangan elite, seperti artis, penyanyi, pengusaha, khususnya yang bergerak di sektor e-commerce, dan pengusaha berbasis teknologi. Lain cerita jika yang mengalami adalah masyarakat kecil, yang berpenghasilan rendah dan terbatas. Belum lagi jika masih ada tanggunggan baik berupa kredit/cicilan sana sini. Bayangkan. Hmmm. Sungguh miris dan nyatanya kesenjangan yang terjadi. Kalau aku sendiri, Puji Tuhan, untuk makan dan kebutuhan sehari-hari masih bisa nyelip uang dari gaji ayah, yang sebenarnya juga terbatas, belum lagi utang-utang yang harus dibayarkan oleh ayah dan ibuku.  Sekarang kita hanya perlu memikirkan dan mengembangkan bagaimana dan seperti apa kemampuan kita untuk beradaptasi. Karena pada masa-masa seperti ini, makhluk hidup (manusia) yang bisa survive bukan yang paling besar/kuat/kaya tapi yang paling mampu untuk beradaptasi (teori Darwin).

 

Lanjut lagi ya pembahasannya…

Dari Dunia kita langsung mengerucut ke Indonesia. Tapi sebelum itu, aku mau mengatakan, bahwa dampak yang paling signifikan dirasakan akibat adanya pandemi ini adalah dampak di bidang/sektor ekonomi dan sosial. Salah satu sektor yang paling merasakan dampaknya selain sektor ekonomi dan sosial adalah sektor pendidikan. Di seluruh dunia, dari jenjang sekolah dasar, menengah, sampai ke jenjang perguruan tinggi, semua sama-sama merasakan dampak negatif dari covid-19. Sekolah diliburkan, pembelajaran tatap muka ditiadakan dan dialihkan di rumah lewat kelas online virtual, yang akibatnya membuat Interaksi sosial secara langsung akhirnya berkurang. Sungguhpun demikian, terkait adanya sistem new normal, beberapa negara di dunia sudah menerapkan dan menjalankan sistem new normal khusus di sektor pendidikann. Sebut saja Australia. Dari informasi yang aku baca melalui KOMPAS.com, aku menyimpulkan bahwa kebijakan new normal untuk sektor pendidikan di Australia bervariasi tergantung dengan kebijakan pemerintah di setiap negara bagian. Ada yang menginginkan pembelajaran tatap muka tetap berlangsung, ada juga yang tetap memperpanjang kegiatan PBM di rumah sampai waku dan tanggal yang ditentukan. Ada lagi yang hanya memperbolehkan siswa tingkat 1 dan 2 untuk belajar di rumah, sedangkan bagi siswa tingkat 3 atau tingkat akhir, sangat dianjurkan untuk tetap mengikuti kegiatan belajar mengajar secara langsung (tatap muka).  Bisa aku simpulkan, bahwa kebijakan new normal di bidang pendidikan yang akan diterapkan, tetap harus memperhatikan dan menyesuaikan dengan situasi dan kondisi yang ada di tiap daerah masing-masing.

 

Ngomongin masalah ‘New Normal’ , beberapa daerah di Indonesia ada yang sudah diperkirakan siap untuk melonggarkan PSBB dan melakukan protocol new normal. Surabaya, Semarang, Jakarta, dan Jawa Barat disebut-sebut sudah siap menuju masa transisi new normal.  Itu informasi yang aku dapat dari detiknews. Padahal, kalau kita mengikuti informasi terkini di televisi dan berbagai media, menyebutkan bahwa Surabaya bisa menjadi Wuhan Kedua. Wah, ngeri juga ya dengarnya. Tapi aku yakin, kota teladan seperti Surabaya pasti mampu mengatasi masalah ini, tentunya dengan kerja sama dari berbagai pihak.

 

Ngomongin masalah kota. Pangkalan Bun tetap kota tercinta buat aku. Karena disinilah aku dilahirkan dan dibesarkan sampai umur 18 tahun lebih 8 bulan. Ya, My Beloved Town. Pangkalan Bun, Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah. Sesuai dengan judul blog ini, aku mau mengajak kita semua, selaku masyarakat Kotawaringin Barat, untuk sama-sama berpikir kritis dan menimbang secara matang, apakah daerah kita sudah siap untuk menerapkan ‘New Normal?’. Seberapa cepat kita mampu beradaptasi dengan situasi dan kondisi yang serba berubah dan menuntut kita untuk cepat dan tepat dalam melihat keadaan yang ada. Lagi-lagi kuncinya cuman satu. DISIPLIN. 


Yakin deh, ketika warga Pangkalan Bun mampu dan sepenuh hati menaati aturan dan anjuran dari pemerintah daerah, maka semua target dan capaian pemerintah dalam menekan bahkan menghentikan laju penyebaran covid-19 akan terlaksana.  Memang sih, awal-awal saat virus corona ini mulai menyebar, kebiasaan-kebiasaan baru seperti menggunakan masker, penyediaan tempat cuci tangan, dan pengecekan suhu tubuh terlihat seperti hal aneh yang tidak periu dilakukan. Kadang ada rasa malu, karena melihat banyak orang yang menyepelekan dan hanya kita yang melakukan. Tapi ternyata, semakin kesini, kita semakin paham dan sadar pentingnya mengantisispasi (preventif) dari pada mengobati (kuratif).  Aku pribadi berpendapat bahwa Pangkalan Bun pasti mampu untuk memulai ‘Kenormalan Baru’. Berkaca pada pendapat para ahli, tentang kemungkinan pandemic covid-19 ini akan menjadi endemik, yang artinya adalah, mau tidak mau, bisa tidak bisa, kita akan tetap hidup berdampingan dengan si corona, bukan berdamai dalam artian, bisa menghilangkan corona. Ke depan, mungkin kita akan melihat corona ini sebagai suatu hal yang lumrah dan menjadi penyakit yang biasa saja, layaknya HIV/AIDS, dan DBD. Apapun itu, yang penting kita selalu siap dan sigap dalam menghadapi situasi yang akan selalu berubah-ubah di masa depan. Jangan kaget, jika sampai setiap manusia di dunia akan memiliki dan menggunakan kapsul untuk melindungi diri. Bagaimana menurut sahabat blogger sekalian?, silahkan komen di bawah. Berikanlah penilaian kalian ya…



Sumber gambar : borneonews.co.id, Manadopost.jawapost.com, dan kamera pribdi.

Related Posts:

0 comments:

Post a Comment